Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gerakan Perempuan Dulu dan Sekarang

Sabtu, 08 Maret 2025 | Maret 08, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-08T15:53:40Z


Dialog: Sejumlah orang tengah berdialog prihal Hari Perempuan Internasional. (Foto/kelampan.com)


SELONG, Kelampan.com - Peringatan Internasional Women's Day (IWD), lahir dari babakan sejarah yang begitu panjang. Perjuangan ini di mulai oleh pekerja perempuan di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 1908 atau abad ke 19.


Setidaknya 15.000 perempuan berdemonstrasi di New York City, Amerika Serikat, untuk memperjuangkan hak pilih, pengurangan jam kerja, serta kesetaraan upah dengan laki-laki.


Gerakan ini disebut-sebut sebagai gerakan awal dari kesadaran global pentingnya hak-hak perempuan.


Puncaknya pada tahun 1910 saat Clara Zetkin, seorang aktivis Jerman dan pemimpin sosialis, mengusulkan di forum Kongres Sosialis Internasional di Kopenhagen agar Hari Perempuan Internasional dirayakan.


Usulan Clara Zetkin itu diterima dengan baik di dalam kongres. Lalu, pada 19 Maret 1911 peringatan hari perempuan internasional di peringati diberbagai negara Eropa seperti di Jerman, Austria, Denmark, dan Swiss.


Saat itu lebih dari satu juta perempuan menyuarakan hak pilih, bekerja, dan pengakhiran diskriminasi terhadap perempuan. 


Tahun 1917, pada momentum memperingati hari perempuan internasional, wanita di Rusia melakukan aksi mogok meminta agar perang dunia I di akhiri dan perbaikan kondisi kehidupan waktu itu.


Aksi mogok itu terjadi pada tanggal 8 Maret 1917, kemudian menjadikannya simbol perjuangan perempuan. Sebab, gerakan itu memicu revolusi Rusia, yang berdampak pada perubahan sistem politik dan sosial negara.


Dari sejak itu, peringatan hari perempuan internasional semakin diakui dunia. Terlebih setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui pentingnya perjuangan kaum wanita. 


Kemudian PBB, pada tahun 1977 menetapkan tanggal 8 Maret sebagai hari peringatan gerakan tersebut. Untuk memperingati perjuangan para perempuan seluruh dunia, melalui kesetaraan gender.


Setelah itu gerakan ini semakin meluas dan melibatkan lebih banyak lagi individu. Kini gerakan ini menjadi ruang untuk membedah isu-isu terkait dengan hak-hak perempuan.


Saat ini, tak hanya organisasi perempuan yang menggelar peringatan tersebut. Tapi juga NGO, yang digawangi kaum laki-laki, tentu ini sebagai bukti pengakuan akan hari bagi para kaum hawa itu.


Ketua Forum Jurnalis Lombok Timur, Rusliadi, melihat gerakan ini masih menjadi soal di negara-negara, daerah mayoritas islam serta yang masih memegang teguh adat istiadatnya.


Sebab, kata dia, dalam kaidah islam, posisi perempuan sudah sangat jelas, begitu juga di budaya. Tak heran, gerakan ini masih menjadi perbincangan dibeberapa kalangan.


"Ini masih menjadi perbincangan, apalagi dibenturkan dengan nilai agama dan adat istiadat," kata wartawan Suara NTB ini.


Salah seorang alumni Jogja yang saat ini aktif sebagai politisi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Saipul Bahri, mengatakan, di Indonesia sudah diatur dalam undang-undang soal keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen. 


Dia mengatakan, awal tahun 2000 sedang marak-maraknya soal isu-isu gender. Namun demikian berbenturan dengan permasalahan kebudayaan, penafsiran-penafsiran agama, hingga ke kajian fiqih. 


Fase tahun itu banyak sekali gerakan-gerakan perempuan, tapi kemudian tenggelam lagi.


"Saya tidak tahu ada trend baru apa, jadi pembahasan-pembahasan gerakan perempuan ini seperti muncul dan tenggelam," ucapnya.


Gerakan perempuan ini, kata dia, lahir dari dibolehkannya perempuan untuk bekerja diluar rumah dan memiliki hak memilih. 


Perkembangan saat ini, bebernya, tak hanya sekedar memilih tapi diwajibkan, sampai keikutsertaan di dalam politik.


Dalam dunia politik, paparnya, diatur bahkan harus 30 persen keterwakilan perempuan. Jika tidak, lanjutnya, yang laki-laki bisa gagal, tidak bisa nyalon.


Artinya, menurut dia, jika 30 persen keikutsertaan perempuan tidak terpenuhi bisa gagal, bahkan bisa diundur. Itu berarti posis perempuan saat ini begitu penting.


Hal-hal semacam itu, menurutnya, harus juag ditangkap oleh para pegiat gerakan perempuan. Tinggal bagaimana memaksimalkannya.


"Ini perlu ditangkap oleh para penggiat untuk dimaksimalkan agar tidak kelihatan laki-laki ini disebut mendominasi. Jadi teorinya perlu dipelajari," ujarnya.


Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur, Muhammad Yusri, mengatakan, di Lotim saja angka perempuan yang produktif cukup besar sampai 48 persen. Namun dia mengakui, pemerintah belum membuka ruang yang luas untuk kaum wanita.


"Sebenarnya kalau kita berikan ruang atau akses saya yakin UMKM di Lotim akan tumbuh dengan baik," sebutnya.


Perempuan kata dia, lebih banyak menjadi pilihan. Buktinya pekerja di sawah mereka menjadi selalu menjadi opsi pertama sebab, dari etos kerja, keuletan, dan kejujurannya beda dengan yang laki-laki.


"Jangan kita remehkan keberadaan perempuan," ujarnya.

×
Berita Terbaru Update