![]() |
Kopi: Petani kopi sajang sedang melihat biji carry kopinya. (Foto/Azmi) |
SELONG, KELAMPAN.com - Bicara kopi, sudah barang pasti orang bakal menyebut Sembalun. Tak jauh dari wilayah itu ada kopi Sajang yang tak kalah tersohor.
Padahal secara administrasi kedua desa ini terletak dalam satu rumpun kecamatan, yakni Sembalun.
Meski dalam letaknya dalam kawasan yang sama. Ternyata keduanya memiliki perbedaan mendasar. Dari cerita yang berkembang, kopi Sajang merupakan tertua di wilayah Lombok. Bahkan, indukan kopinya berasal dari desa ini.
Salah seorang petani kopi Sajang, Hajrul Azmi menuturkan, dari cerita yang berkembang konon, kopi di Sajang sudah ada sekira tahun 1900, jauh sebelum kemerdekaan diproklamirkan. Biji kopi itu dibawa oleh orang Belanda.
Pendaki yang melalui trek Sajang menuju ke Gunung Rinjani, akan dengan mudah menemukan pohon kopi di sekitar hutan. Pohon-pohon itu disebutnya tertanam secara rapi. Setiap pohonnya memiliki dia meter cukup besar.
Kendati demikian, diakuinya jarang yang mengetahui sejarah kopi di Sajang. Bahkan tragisnya tidak terlacak. "Tidak mungkin tumbuh sendiri, melainkan ada yang menanam," sebutnya.
Dia mengatakan, wilayah Sajang secara letak geografis lebih rendah dari Sembalun, banyak mengembangkan jenis Robusta. Sementara Sembalun, yang posisinya lebih tinggi lebih banyak membudidayakan jenis Arabika.
Menurut Azmi, terdapat perbedaan mencolok antara kopi Sajang dengan Sembalun yakni pada tingkat keasamannya. "Kopi Sembalun memiliki tingkat keasaman lebih tinggi dibanding kopi Sajang," kata Azmi, pemilik Loka Cafe ini.
Selain tingkat keasaman, di dua desa ini juga memiliki perbedaan pada tekstur fisik dan ketebalan bijinya. Kopi Sajang dinilainya lebih tebal dibanding Sembalun.
Pengurus Asosiasi Kopi NTB ini mengatakan, karena adanya perbedaan pada tingkat keasaman kopi Sajang dan Sembalun, akan sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang dihasilkan.
Dia membeberkan, untuk mengetahui cita rasa kopi Sajang dan Sembalun, ada cara atau treatment khusus. Yakni dengan tak mencampurkan sengan gula.
“Kalau mau merasakan sensasi rasa yang luar bisa terhadap kopi Sajang dan Sembalun sebaiknya tidak dicampur gula,” ucapnya.
Dalam menjalankan bisnis kopi, dia lebih memilih segmen pasar Robusta ketimbang Arabika. Pemilik brand Kupi Tujak ini mengambil segmentasi itu lantaran dinilainya ada selisih harga. Jenis kopi Arabika disebutnya lebih murah. Meski dirinya tak mau membeberkan beberapa kisaran perbedaan harga dimaksud.
Petani Sajang, bebernya, tidak melulu membudidayakan kopi jenis Robusta, ada juga Arabica. Itu disebabkan karena semakin merebaknya penikmat kopi. Termasuk dengan berkembangnya pariwisata di wilayah tersebut, turut menjadikan kopi semakin populer.
Para petani kopi di dua desa ini disebutnya sangat sadar akan hal itu. Sehingga di Sajang, belakangan ditemukan sebagian petani memilih membudidayakan jenis Arabika. Di lain sisi, kemajuan pariwisata ini juga menuntut para petani dan penggiat kopi lebih hati-hati dalam hal mengolah kopinya. Mulai dari pemilahan biji, proses sangrai hingga pengemasan.
Jika dulu kemasan kopi di dua desa ini terbilang sama. Namun saat ini terlihat lebih kekinian serta mengikuti trend pasar.
"Kemasannya terlihat fresh dan kekinian, dulu hanya kantong plastik bening saja," ucapnya. (r1)