![]() |
Selober: Sejumlah laki-laki di Desa Pengadangan sedang memainkan alat musik tradisional Selober (foto/kelampan) |
SELONG, Kelampan.com - Senja baru saja beringsut, pertanda penutup hari. Petang yang kemerahan seolah berjelaga penuh gelora.
Pantulan warna merah jingga serupa perasaan muda-mudi yang sedang merekah.
Di simpang empat Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, lalu lalang anak muda silih berganti. Kebanyakan mereka berusia remaja yang sudah mengenal cinta.
Tidak hanya mengendarai sepeda motor, beberapa dari mereka juga berjalan kaki. Tampak rapi dan menebar aroma wangi.
Bukan tidak mungkin, muda-mudi ini berkemas membersihkan diri menyambut malam Minggu. Malam dimana mereka segera bertemu pujaan hati.
Di langit belahan barat, matahari hanya memantulkan biasnya. Tak lama berselang dari tempat ibadah terdengar kumandang azan magrib.
Seperti halnya orang tua di desa itu, muda-mudi juga melangkah ke tempat ibadah. Sejenak, hati dan raga mereka berfokus kepada Tuhan.
Selepas Magrib, simpang empat kembali ramai. Tak hanya muda mudi pedagang pun mulai unjuk gigi.
Saat memalingkan padangan, giliran pria tua yang terlihat. Duduk di atas panggung di lapangan depan gedung milik pemerintah desa setempat.
Mereka menggunakan pakaian adat lengkap berwarna hitam tanpa corak. Memegang alat musik tradisional.
Oleh masyarakat pengadangan, alat musik yang terbuat dari daun enau itu, disebut Selober.
Meski, nama alat musik tradisional ini cukup masyhur di telinga generasi muda, tak satu pun yang nampak bisa memainkannya.
Muda mudi hanya asyik menonton, alat musiknya sendiri. telah dibesarkan modernisme dan teknologi, tak satu pun dari mereka yang memegang Selober .
Sebuah alat musik tiup dari daun enau yang sering dimainkan muda-mudi di desa itu tempo dulu.
Alat musik tradisional khas dari Desa Pengadangan ini masih eksis hingga sekarang. Hanya saja, keberadaannya cukup terbatas. Tidak banyak pula yang bisa memainkan alat musik tersebut.
Berbeda dengan seruling yang terbuat dari bambu, Selober justru dibuat dari daun enau kering.
Pada seruling, susunan nada dengan mudah dimainkan melalui enam lubang yang dimilikinya.
“Kalau Selober ini lebih banyak menggunakan insting dan perasaan,” ungkap Sekdes Pengadangan, Amrul Arahap ditemui, Sabtu (05/02).
Karena cara memainkannya yang lebih pada penggunaan insting dan bakat inilah Selober lebih rumit dibandingkan seruling atau alat musik tiup lainnya. Keterampilan pemainnya dituntut bekerja ekstra untuk bisa menciptakan alunan nada yang pas di telinga.
Kerumitan memainkan Selober bukan itu saja. Agar timbul nada yang pas, pemainnya juga memainkan ritme angin. Sang pemain memutar dan menggerakkan tangan di samping Selober yang berada di mulut.
"Cukup rumit. Apalagi bagi orang yang tidak pernah memainkannya," ucapnya.
Selober di Desa Pengadangan ini memiliki kesamaan dengan Genggong . Alat musik tradisional ini bisa dijumpai di Desa Lenek, Kecamatan Lenek Lombok Timur. Hanya saja, Genggong dibuat dari daun pandan.
Dalam sejarahnya, Selober, di masa lalu digunakan oleh muda-mudi sebagai penanda bagi kekasih saat sedang ingin ngapel atau bertamu.
Pemuda yang hendak bertemu dengan pujaan hati, terlebih dulu memainkan Selober. Alat musik itu dimainkan untuk memberitahukan kekasihnya yang berada di dalam rumah agar segera menemuinya.
Nantinya sang kekasih yang mendengar Selober yang dimainkan akan memberikan balasan dengan memainkan alat musik yang sama. Balasan itu sebagai tanda jika ia diterima.
Sebaliknya, jika pemuda yang datang ke rumah pujaan hatinya dan memainkan alat musik itu, lalu tidak mendapat sahutan. Itu menjadi tanda jika gadis tersebut tidak berkenan ditemui.
“Makanya Selober itu ada dua. Ada yang sembilan (cewek) dan ada yang mame (cowok),” tuturnya.
Baik Selober cewek maupun cowok, terangnya, memiliki kekhasan tersendiri. Nadanya pun berbeda.
Sayangnya riwayat alat musik ini tidak seperti dulu. Keberadaannya hanya dimainkan para seniman Selober.
Kata Amrul, Selober merupakan satu dari 9 jenis alat musik tradisional yang berkembang di desa itu. Yakni, Klenang, Cungklik, Gendang Beleq, Gendang Tokol, Kecimol dan Rantok.
Sembilan jenis alat musik ini hingga sekarang masih dapat dijumpai. Ini tidak lepas dari intervensi pemerintah desa setempat yang cukup peduli dengan aktivitas seni dan budaya.
Di Desa Pengadangan, secara khusus pemerintah setempat menganggarkan Rp 30 juta per tahun. Anggaran itu di hajatkan untuk aktivitas berkesenian masyarakatnya. Terlebih lagi, dukungan ini sangat tampak dengan disediakannya panggung pementasan di depan kantor desa.
"Kalau sekarang, khusus Selober ini dimainkan 7-9 orang. Alat musik ini dipadankan dengan alat musik yang lainnya," tandasnya. (r1)