Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pesona Magis Rumah Adat Limbungan Terhalang Infrastruktur

Kamis, 13 Februari 2025 | Februari 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-02-13T12:20:30Z


Limbungan: Inilah rumah adat Limbungan Desa Perigi, Kecamatan Suela, Lombok Timur. (Foto/istimewa)


HENING menyeruak pecah. Terdengar hanya teriakan menusuk langit. 

Suaranya yang berderu tak tertandingi debur ombak. Puluhan, bahkan ratusan armada tempur membelah lautan hari itu.

Kapal-kapal bergerak melintasi bak iring-iringan semut. Di dalamnya membawa 8 ribu bala tentara gagah berani. Mereka siap mati demi panji yang diimani.

Lengkap dengan persenjataannya, sebuah misi penaklukan atas tanah Lombok sudah dimulai.

Tak takut, yang mereka tahu perang melawan penjajah adalah kewajiban. Bagi mereka kehidupan yang layak harus dibela, meski dengan nyawa sekalipun.

Tahun 1911 nampaknya kemenangan belum berpihak kepada pribumi. Para petarung terdesak dan terpukul mundur.

Mereka yang masih hidup, berlari menelusuri bebukitan. Sambil terngiang suara misil berdengung di gendang telinga.

Di ketinggian 750 meter di atas laut mereka berhenti. Membangun gubuk-gubuk kecil untuk berteduh.

Persembunyian ini terbilang cukup aman. Meski tetap hinggapi ras khawatir tiba-tiba penjajah datang.

Rumah-rumah itu masih bertahan hingga sekarang. Lokasi ini disebut dengan Limbungan.

Keberadaan rumah adat Limbungan, tak lepas dari peperangan yang terjadi di masa lampau di Pringgabaya.

Limbungan, awalnya merupakan tempat tinggal para nenek moyang masyarakat Limbungan, setelah mengungsi akibat serangan musuh (mensiat). Hingga setelah sekian lama mengungsi ke Pringgabaya, dan setelah aman kembali dan membentuk pemukiman hingga kini, yang diabadikan sebagai rumah adat Limbungan.

Untuk sampai di rumah adat Limbungan yang terletak di Desa Perigi, Kecamatan Suela ini, pengunjung harus melalui jalan menanjak. Karena lokasinya berada di sekitar 750 meter di atas permukaan laut.

Dari Kota Selong, untuk bisa sampai ke rumah adat Limbungan, harus menempuh jarak minimal 1 jam.

Saat memasuki Desa Perigi, pengunjung akan disuguhkan dengan indahnya alam dan laut selat Alas. Terutama saat cuaca cerah.

Perjalanan menuju desa adat Limbungan memang tak pernah rugi. Mata akan dimanjakan dengan view pulau-pulau kecil di sepanjang laut, lalu kapal penyeberangan ke Sumabwa, serta deretan pulau di Sumbawa.

Di sebelah utara juga tak kalah eksotis. Hijaunya pegunungan membuat mata semakin segar.

Sesampainya di lokasi, jejeran rumah adat serta keramahan warga menambah tentram hati dan fikiran. Menyelusuri bagaikan berjalan di labirin, sebab bangunan rumah yang tertata rapi.

Masing-masing blok terdapat tujuh sampai 11 rumah adat beratapkan ilalang dan berpagar bedek, serta berlantaikan tanah yang dicampur dengan kotoran sapi, serta getah pohon kayu ini.

Rumah adat terletak di dua tempat yakni Limbungan Barat dan Limbungan Timur. Yang luasnya mencapai 4 hektar.

Di Limbungan Barat, terdapat 74 rumah adat, sedangkan Limbungan Timur 37 rumah. 

Tak heran dengan beragam keindahan yang ditawarkan termasuk, dengan tradisi setempat membuatnya memilki tempat tersendiri di hati wisatawan. 

Buktinya tak hanya wisatawan lokal yang berkunjung, tapi juga mancanegara. Pesona Limbungan dapat terbilang akan bertahan lama.

Lantaran itu, tempat ini harus benar-benar di jaga dan di benahi oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, maupun Pemprov NTB atau bahkan pemerintah pusat.

Salah satu yang perlu diperhatikan ialah akses jalan.

"Untuk mengunjugi wisata rumah adat Limbungan ini harus adanya perhatian dari Pemerintah daerah agar wisatawan bayak yang tertarik untuk berkunjung," ucap Kepala Desa Perigi, Darmawan, ditemui kemarin.

Dukungan infrastruktur sperti akses jalan ini kata dia, harus di perhatikan oleh dinas terkait khusunya Dinas Pariwisata. 

Sebab selama ini hal itu menjadi kendala. Sehingga wisatawan enggan datang.

"Bagaimanapun keberadaan wisata budaya Limbungan kalau tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai, sehingga itu dampak kurangnya kunjungan dari wisatawan," katanya

Pemdes disebutnya sudah melakukan pembenahan infrastruktur. Tapi itu dilakuan hanya di dalam kawasan rumah adat saja.

Itu pun lanjutnya, masih memliki kendala. Sebab bahan atap yang berupa ilalang sulit didapati, di lain sisi harganya yang cukup mahal.

"Itu yang menjadi kendala masyarakat kita pemeliharaan rumah ada tersebut, dan kalau bisa Dinas Pariwisata, untuk renovasi rumah adat ini, sekali 3 tahun dianggarkan untuk renovasi," inginnya

Darmawan mengatakan, rumah adat ini tetap akan dipertahankan. Dengan menguatkan awik-awik yang ada dan memohon dukungan infrastruktur dari dinas pariwisata, Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi.

"Terutama infrastruktur dari jalur utama sepanjang delam kilo, kalau tidak di pelebar jalannya itu yang menjadi masalah, kalau itu sudah besar saya yakin wisatawan semakin bayak yang berdatangan,"akuinya

Selanjutnya, di lokasi ini dibutuhkan adanya rest area. Hal itu disebutnya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.

"Kami dari pemerintah desa sudah sebenarnya sudah menyiapkan lahan sekitar 90 are untuk bisa di jadikan rest area tersebut," terangnya

Sementara itu, di rumah ada ini bayak sekali yang menjadi daya tarik untuk di kunjungi, seperti kegiatan-kegiatan adat itu sering di lakukan di tempat tersebut.

"Ini satu-satunya rumah adat kita yang perlu kita gaungkan, pelihara dan jaga bersama," tutupnya. (k/r1)

×
Berita Terbaru Update