![]() |
DESTINASI: Gumbang Ganang merupakan salah satu destinasi baru yang layak dikunjungi di Desa Obel-obel. (Foto/istimewa) |
SELONG, Kelampan.com - Layar gawai pintar menunjukan pukul 12.00 Wita. Panas matahari terasa begitu menyengat.
Siang itu, jalanan tak begitu ramai. Hanya beberapa kendaraan yang lewat.
Padahal jalur ini termasuk salah satu rute menuju ke Sembalun. Salah satu wilayah wisata yang paling masyhur.
Di sisi kanan jalan, pantai membentang sepanjang mata memandang. Sementara di sebelah kiri jalan, tanah tandus, dan bekas lahar Samalas yang sudah membatu.
Semak dan pepohonan meranggas seumpama menantang sengatan panas. Bagi masyarakat Desa Obel-Obel, Kecamatan Sambalia, pemandangan semacam itu sudah sangat lumrah.
Akibatnya, daerah yang berada di sisi utara Lombok Timur ini seperti tidak ada kehidupan. Jangankan semak dan pohon, manusia pun seolah enggan diami tempat ini.
Anggapan itu seolah hanya angan-angan, bagi pejalan yang melintas di wilayah itu. Sebab, di daerah yang tandus itu terdapat kolam yang bersumber dari mata air.
Tak berlebih jika, Gumbang Ganang disebut oase di tengah tandusnya ujung utara Gumi Patuh Karya itu.
Ditengah ramainya pengunjung, Ketua Pokdarwis Maju Bersama, Deri Miswara Arya Obira, ditemui kelampan.com, menuturkan, membangun destinasi tak semudah membalikan telapak tangan. Karena hal utama yang dilalui ialah penyatuan persepsi mengenai destinasi tersebut.
"Baru setelah itu, kami bersama pemuda mulai membangun," tuturnya.
Pada awalnya, mereka mengumpulkan barang bekas dan kayu kering bisa dimanfaatkan. Sebagai tambahan daya tarik destinasi ini.
Itu pun dilakukannya dengan sukarela. Tak ada biaya dari luar, modal urunan.
Untuk menambah daya tarik, selama satu minggu lebih mereka membangun pernak-perniknya. Termasuk diantaranya spot foto.
Awalnya di destinasi ini hanya ada satu spot foto dan sebuah gerbang masuk ke lokasi itu. Sebagai penanda keberadaan tempat tersebut.
Tapi, meski hanya bermodal satu tempat selfie, ia bersama teman-temannya bersepakat untuk launching wisata itu.
"Tepatnya pada tanggal 30 Agustus 2020 yang lalu destinasi ini diluncurkan. Saat peluncuran, lokasi itu langsung dilihat pengunjung," terangnya.
Dari beberapa hari setelah dibuka, baru ada tambahan untuk spot foto. Tak hanya itu, pengelola juga bisa membeli beberapa wahana tambahan untuk melengkapi daya tarik tempat itu.
Dia memaparkan, nama Gumbang Ganang sendiri, diambil dari cerita rakyat desa setempat. Di lokasi itu, selain terdapat tiga mata air yang mengairi, ada kisah tersendiri.
Konon, di tempat itulah moksanya salah seorang patih bernama Gumbang. Ia menghilang setelah memasuki sebuah lubang tertutup daun kelapa.
Sedangkan Ganang, diambil dari sebuah nama pohon di tempat itu. Bahkan oleh masyarakat setempat aliran sungai setempat juga disebut denga sebutan serupa.
“Karena tempatnya di tengah-tengah makanya kita namakan Gumbang Ganang,” terangnya.
Danau berukuran kurang lebih lima puluh kali lima meter itu merupakan sumber irigasi bagi pertanian setempat.
Oleh pemerintah desa setempat, lokasi itu awalnya hanya akses untuk petani. Karena pembukaan jalan itu memang untuk kepentingan pertanian.
Hal itulah yang juga membuat, tempat ini menjadi berbeda dengan wisata lainnya. Meski tempat itu sebagai destinasi namun air itu tetap dipakai oleh para petani setempat.
"Tawaran wisata kita kan destinasi alam," ujarnya.
Oleh karena itu, tidak ada perubahan sedikit pun pada lokasi itu. Buktinya, tampak berbagai pepohonan besar yang mengelilingi danau itu.
Untuk menjaga alam, salah satu langkah yang akan ditempuh yakni dengan membuat monkey forest. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan ekosistem di tempat itu.
“Kita akan menaruh pisang. Pengunjung juga yang mau memberikan makan bisa sambil duduk di tengah danau,” ucapnya.
Kedepan dirinya akan menyulap sawah warga yang berada di lingkar danau menjadi lokasi camping ground.
Tentu dengan sedikit modifikasi seperti meletakan pasir putih. Sehingga pengunjung seperti sedang berkemah di pantai, serta tetap kelihatan natural.
“Kita akan libatkan petani untuk memanfaatkan sawah. Karena di sini banyak yang meminta penginapan,” ucapnya.
Pengelolaan destinasi ini sendiri berkat kerjasama dengan Pemdes setempat. Pengunjung yang datang pun cukup beragam, meski hanya wisatawan lokal, tapi disebutnya ramai.
Tiket masuk ke lokasi ini, bisa dibilang cukup murah, hanya Rp 3 ribu saja. Untuk wahana sendiri seperti perahu, bebek, dan ban seharga Rp 5 ribu per orang.
“Tapi untuk warga Obel-Obel gratis, tanpa dipungut apapun,” tandasnya. (k/red)